pelantar.id – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengajak orang tua berperan aktif melawan bahaya terorisme. Kemendikbud menerbitkan enam panduan untuk orang tua yang ingin membahas tentang terorisme dengan anak-anaknya.

Panduan tersebut disebar Kemendikbud melalui sejumlah media sosialnya seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Berikut enam poin panduan yang disyiarkan Kemendikbud untuk orang tua, saat membahas terorisme dengan anak.

1. Hindari paparan terhadap televisi dan media sosial terutama yang menampilkan gambar dan adegan mengerikan bagi kebanyakan anak, terutama anak di bawah usia 12 tahun.

2. Identifikasi rasa takut anak yang mungkin berlebihan. Pahami bahwa tiap anak memiliki karakter unik. Jelaskan bahaya terorisme sangat jarang namun kewaspadaan tetap diperlukan.

3. Cari tahu apa yang mereka pahami. Bahas secara singkat apa yang sedang terjadi meliputi fakta-fakta yang telah terverifikasi. Ajak anak untuk tidak langsung percaya pada rumor, isu, dan spekulasi.

4. Beri kesempatan anak mengungkapkan perasaannya tentang tragedi/kejahatan yang terjadi. Nyatakan dengan jelas rasa duka kita terhadap para korban dan keluarganya. Bila ada rasa amarah, arahkan rasa kemarahan pada sasaran yang tepat yaitu pada pelaku kejahatan, bukan pada identitas golongan tertentu yang didasari pada prasangka.

5. Jalani kehidupan keluarga bersama secara normal untuk memberikan rasa nyaman serta tidak tunduk pada tujuan terorisme mengganggu kehidupan kita. Kebersamaan dan komunikasi rutin penting untuk mendukung anak.

6. Ajak anak berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI, petugas kesehatan yang telah melindungi, melayani dan membantu kita di masa tragedi. Diskusikanlah lebih banyak tentang sisi kesiapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror.

Bahas Terorisme di Sekolah
Selain mengajak orang tua, Kemendikbud juga mengimbau para guru membicarakan tentang terorisme dengan siswa di sekolah. Guru dipandang perlu membahas materi ini agar arus informasi yang masuk pada siswa tidak ditelan mentah-mentah..

“Sekarang ini, sangat gampang bagi siswa mendapat informasi-informasi yang salah, terutama dari media sosial. Agar mereka tidak bingung membedakan mana yang benar dan tidak, mana yang perlu dan tidak, peran guru sangat penting,” kata Kasubbag Layanan Informasi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemdikbud, Anandes.

Guru, biasanya juga dijadikan tempat mencari informasi bagi siswa, maupun tempat berbagi tentang apapun yang dirasakan dan dialami siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Menurut Anandes, guru diharapkan memberi kesempatan siswa untuk mengungkapkan perasaannya tentang tragedi yang terjadi. Guru juga diharap bisa mengarahkan kemarahan siswa pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan.

“Kalau ada pandangan aneh yang diutarakan siswa, guru bisa membantu meluruskan. Bukan pada identitas golongan tertentu yang didasarkan pada prasangka,” ujarnya.

Soal aksi terorisme di Surabaya, para guru diimbau untuk mengajak siswa-siswanya tetap berada pada rutinitas normal, karena ketakutan atas aksi teror adalah hal yang diinginkan para terorisme. Para siswa sebaiknya terus diingatkan bahwa bangsa Indonesia sudah berhasil melewati banyak tragedi, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang tegar dengan semangat persatuan.

Editor: Yuri B Trisna