pelantar.id – Rencana transformasi Batam dari Kawasan Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus mendapat tantangan dari kalangan usaha. Mereka memprediksi, jika KEK nantinya jadi diimplementasikan, Batam justru akan kehilangan daya saing karena sejumlah perusahaan yang berada di luar kawasan industri tidak lagi dapat memperoleh bahan baku secara murah.

Hadirnya KEK akan mempersempit cakupan wilayah atau kawasan yang menyediakan fasilitas dan kemudahan menjalani usaha, sehingga tentu mempengaruhi dunia usaha yang berada di luar kawasan, karena tidak lagi mendapat kemudahan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri Cahya menjelaskan, FTZ yang saat ini baru berjalan 12 tahun di Batam bukan penyebab keterpurukan ekonomi di Kepri, khususnya Batam. Sebaliknya FTZ dan segala kemudahannya menjadi sesuatu yang istimewa di mata pelaku usaha.

“Kalau Batam diubah menjadi KEK maka itu akan memghilangkan keistimewaan yang sudah ada sekarang. Otomatis kawasan lain yang tidak termasuk KEK akan sama dengan daerah lain di Indonesia, tidak ada kemudahan dan keistimewaan lagi,” kata Cahya ketika ditemui di Batam pada Selasa (15/5).

Menurut dia, jika nantinya KEK diterapkan, maka hanya kawasan industri saja yang akan mendapatkan berbagai kemudahan dan fasilitas yang ditawarkannya. Sementara dunia usaha yang tidak berda di kawasan industri tidak lagi menikmati fasilitas FTZ yang selama ini berlaku bagi seluruh wilayah di Batam.

Selanjutnya, gabungan dari pelaku usaha ini menawarkan solusi dalam bentuk FTZ Plus, dimana kemudahan yang saat ini didapat Batam sebagai kawasan FTZ akan diperkuat dengan fasilitas tambahan, seperti berbagai kemudahan yang diberikan dalam KEK namun tidak terkurung dalam kawasan industri semata.

“FTZ Plus ini akan kita upayakan mendapatkan berbagai kemudahan seperti yang dimiliki kek. Ini bukan hanya untuk pengusaha lebih dari itu masyarakat juga akan merasakannya, banyak dunia usaha yang membutuhkan dukungan pemerintah, tidak hanya dalam kawasan industri,” kata Soerya Respationo, pengusaha yang menjadi ketua penggagas FTZ Plus.

Lebih jauh, Soerya menjelaskan bahwa jika nantinya tetap dipaksakan, penerapan KEK di Batam akan menimbulkan gap. Akan ada rasa tidak adil bagi mereka yang berada di luar kawasan industri, padahal kontribusi pelaku usaha di luar kawasan industri tidak kalah besar.

Demikian juga dengan usaha kecil dan menengah (UKM) yang saat ini mulai berkembang dengan berbagai kemudahan FTZ, akan tertahan karena fasilitas yang selama ini dinikmati akan hilang dengan hadirmya KEK.

Saat ini penggodokan berbagai kebijakan baru dalam FTZ Plus sedang diupayakan, tawaran hadirnya FTZ Plus ini dinilai lebih sesuai dibandingkan KEK yang terlihat kaku.

Sebelumnya pertemuan yabg dilakukan Asosiasi atau Himpunan Dunia Usaha Batam di Aston Hotel Batam mengerucutkan keinginan pelaku usaha dalam tiga sikap terkait perubahan status Batam dari kawasan Free Trade Zone (FTZ) menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Ketiga sikap tersebut adalah dunia usaha Batam menolak rencana kebijakan KEK di batam, hal ini karena akan membuat harga barang-barang kebutuhan pokok menjadi mahal dan menurunkan data saing Batam.

Kedua, meminta pemerintah memegang komitmen dan kepastian hukum sesuai amanah uu ftz no 30 tahun 2000 dalam pelaksanaan ftz selama 70 tahun. Memperkuat FTZ dengan memberikan fasilitas dan insentif dalam bentuk FTZ Plus.

Dan yang terakhir, meminta kepada pemerintah daerah maupun pusat untuk meningkatkan sistem pelayanan publik dan perizinan dunia usaha. Hal ini untuk mendorong percepatan pertumbuhan investasi dan ekonomi di Batam.

Joko Sulistyo