pelantar.id – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan menurunkan tarif listrik pelanggan mulai 1 Maret 2019. Penurunan tarif berlaku untuk pelanggan R-I 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM).

Vice President (VP) Public Relation PLN, Dwi Suryo Abdullah mengatakan, pelanggan golongan R-1 900 VA RTM hanya membayar tarif listrik Rp1.300 per kilowatt hour (kWh) dari tarif normal Rp1.352 per kWh. Penurunan tarif ini bakal berlaku bagi 21 juta pelanggan listrik R-1 900 VA RTM.

PLN beralasan, penurunan tarif bisa dilakukan karena perusahaan setrum milik negara ini berhasil melakukan efisiensi. Di antaranya, efisiensi penurunan susut jaringan, perbaikan  specified fuel consumption (SFC), dan peningkatan capacity factor (CF) pembangkit.

Alasan lain adalah, harga minyak acuan yakni Indonesia Crude Price (ICP) selama tiga bulan terakhir turun dari US$ 62,98 per barel menjadi US$ 56,55 per barel. Selain itu.

“Pelemahan dollar Amerika Serikat (AS), penurunan ICP yang bisa berlangsung dalam 3 bulan-4 bulan, bahkan bisa sampai satu semester juga berperan menurunkan harga setrum,” kata Dwi Suryo Abdullah, Jumat (15/2/19).

Demi Keadilan Konsumen

Terpisah, Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menepis anggapan bahwa penurunan tarif listrik ini bermuatan kepentingan pemilu. Pasalnya, keputusan ini dilakukan jelang debat kedua Calon Presiden (Capres) dan Cawapres bertemakan energi.

Arcandra menegaskan, penurunan harga minyak dan listrik saat ini demi keadilan konsumen.

“Harga energi secara keseluruhanan, terutama harga BBM turun. Komponen BBM juga juga ada di pembangkit PLN. Itu yang kami sesuaikan,” ujarnya.

Arcandra Tahar

Menurut Arcandra, PLN juga selektif dalam menurunkan tarif listrik untuk menjaga pendapatan perusahaan ini.

“Tahun lalu, saat kurs dollar AS mencapai Rp15.000, kami memang tidak diizinkan menaikkan tarif. Saat ini, kami tidak turunkan tarif, hanya memberikan diskon,” kata dia.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Fabby Tumiwa menilai, penurunan tarif listrik adalah konsekuensi dari penurunan harga energi primer serta penguatan kurs rupiah terhadap dollar AS. Sayangnya, penurunan tarif hanya berlaku pada pelanggan 900 VA.

“Ini dengan mudah dibilang ini bias kepentingan Pemilu. Kalau mau turun, harusnya seluruh golongan tarif rumah tangga,” ujar Fabby.

Saat ini, kurs dollar AS dan harga minyak mentah masih bergerak volantile. Menurut Fabby insentif tarif harus belum perlu dilakukan PLN.

“Lebih baik, kalo ada dana untuk investasi perluasan rasio elektrifikasi,” ujarnya.

Penurunan tarif juga tak akan berdampak banyak bagi pendapatan PLN.

“Nilainya kurang dari Rp 500 miliar untuk satu tahun,” ujarnya.

Sampai kuartal III 2018, PLN tercatat masih merugi Rp18,48 triliun. Beban kurs dan harga komoditas jadi bandul berat kinerja PLN.

*****

Sumber: Kontan.co.id