pelantar.id – PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (SAEA) telah diputuskan pailit, setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan oleh PT Bank ICBC Indonesia. Perusahaan tak mampu membayar utang yang menumpuk pada bank itu.

Meski Sariwangi sudah berstatus pailit, kondisi industri teh nasional saat ini tak ada masalah. Ketua Teh Indonesia Bambang Murtioso dengan tegas menyatakan, industri teh Indonesia baik-baik saja.

 

Ia menepis pandangan bahwa tumbangnya SAEA menunjukkan bahwa industri teh nasional tengah melesu. Menurutnya itu murni karena perusahaan tak mampu bertahan.

“Industri baik-baik saja. Zaman seperti saat ini kreativitas perlu. Jadi sesuai kondisi sekarang jadi kalau pandai ya bertahan,” katanya, Jumat (19/10).

Terpisah, Direktur Eksekutif Dewan Teh Indonesia (DTI), Suharyo Husen mengatakan, saat ini total produksi teh nasional sebesar 130 ribu ton per tahun. Sekitar 70 ribu ton teh tanah air diekspor, lalu sisanya dijual di dalam negeri.

Total produksi teh itu berasal dari semua perkebunan teh yang ada di Indonesia seluas 117 ribu hektare. Total lahan perkebunan itu memang menurun dibandingkan saat era industri teh tanah air berjaya di era 70-an yakni seluas 160 ribu hektare.

Dari total luas lahan perkebunan teh itu sekitar 53 ribu hektare tersebar milik petani. Lalu sisanya dikuasai oleh korporasi baik swasta maupun BUMN.

Pekerja pemetik teh menggunakan mesin pemotong daun di perkebunan teh milik PTPN VII di kaki Gunung Dempo, Pagar Alam, Sumatera Selatan.
Foto:KOMPAS/EDDY HASBY

Namun produktivitas secara industi menurun. Untuk kebun milik petani saat ini rata-rata produksi hanya sekitar 1 ton per hektare per tahun. Sementara korporasi sekitar 2,5-3 ton per hektare per tahun.

“Itu karena banyak tanaman yang tua juga. Untuk petani sedang mau didorong menjadi 2,5 ton per hektare. Ada gerakan penyelamatan agribisnis teh nasional. Jadi dari 53 ribu hektare sekarang sudah 15 ribu hektare yang diperbaiki. Sekarang kondisi industri teh kita sudah mulai menunjukan perbaikan,” katanya.

Meski begitu, produk teh Indonesia namanya masih cukup harum di mata dunia. Menurut Suharyo, produk ekspor teh Indonesia saat ini menduduki posisi kedua setelah Sri Lanka.

Dari total produksi teh nasional saat ini sebanyak 130 ribu ton per tahun, sekitar 70 ribu ton di ekspor ke berbagai dunia. Sisanya dijual di dalam negeri.

“Harga jual teh kita di luar saat ini sekitar US$ 2 per kg, Sri Lanka US$ 3 per kg. Tapi sekarang harga produk teh kita sudah membaik sekitar US$ 2,2 per kg,” kata dia

Tak Mampu Cicil Utang
PT Sariwangi berstatus pailit setelah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan pembatalan perjanjian perdamaian dari PT Bank ICBC Indonesia terhadap PT Sariwangi Agricultural Estate Agency.

Kuasa hukum ICBC, Swandy Halim dari Kantor Hukum Swandy Halim & Partners menjelaskan, sebelumnya para pihak terkait sudah sepakat dalam perjanjian perdamaian terkait utang tersebut pada 9 Oktober 2015. Namun utang yang seharusnya dicicil tidak dilakukan.

“Pada intinya ada dua, PT Sariwangi tidak pernah membayar cicilan. Ini kan ada cicilan bunga yang mereka tidak bayar,” kata Swandy, Rabu (17/10).

Pengabulan pembatalan perjanjian perdamaian itu sudah diputus oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemarin. Sariwangi dianggap tak mampu memenuhi persyaratan dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Menurut catatannya, pihak Sariwangi memiliki utang kepada Bank ICBC Indonesia sebesar US$ 20.505.166. Sementara besaran utang Indorub US$ 2.017.595 dan Rp4.907.082.191. Posisi utang per 9 Oktober 2015 saat perjanjian perdamaian diputuskan. Setelah putusan ini, hakim akan menunjuk kurator untuk mengurus harta kepailitan.

“Nanti asetnya dilelang untuk membayar utang,” tuturnya.

 

 

Sumber : Detik.com