pelantar.id- PT Pelayanan Listrik Nasional (PLN) Batam atau yang juga dikenal dengan bright PLN Batam merupakan anak perusahaan PT PLN (Persero) sebagai unit mandiri tanpa subsidi yang mengelola kelistrikan dari hulu sampai hilir dan juga sebagai Pemegang Izin Usaha Ketegalistrikan Untuk Umum (PIUKU) dengan wilayah kerja Batam, Rempang, Galang dan Interkoneksi Batam – Bintan.

Sampai dengan pertengahan 2019, bright PLN Batam memiliki daya mampu kurang lebih 570 MW dengan beban puncak Batam-Bintan 480 MW dengan komposisi pemakaian energi primer tercatat sebesar 76 persen menggunakan bahan bakar gas, dan 24 persen menggunakan bahan bakar batu bara.

“Dengan komposisi pemakaian energi primer tersebut, energi gas merupakan pemasok utama untuk ketersediaan dan kelancaran penyediaan energi listrik di Batam – Bintan,” kata Corporate Secretary bright PLN Batam, Denny Hendri Wijaya.

Ia juga menambahkan bahwa bright PLN Batam yang kepemilikannya didominasi oleh PT PLN (Persero) dengan saham sebesar 99,99 persen dan Pemegang saham lainya adalah Dana Pensiun PT PLN (Persero) sebesar 0,01 persen.

Sehingga dalam operasionalnya sejak didirikan, bright PLN Batam tidak pernah menggunakan subsidi anggaran dari APBN layaknya PT PLN Persero yang masih disubsidi pemerintah.
“Kami harus menghidupi perusahaan sendiri karena tidak tergantung dari pemerintah pusat melalui pendanaan APBN,” jelasnya.

Namun, pada Juli 2019, Pemerintah melalui Penetapan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomer 287/12/MEM.M/2019 perihal alokasi gas untuk sektor kelistrikan Batam menetapkan adanya kenaikan harga gas yang berdampak bagi kelangsungan operasional bright PLN Batam untuk pemenuhan kebutuhan listrik Batam

“Kenaikan gas yang ditetapkan sangat tinggi, yaitu dari harga semula US$ 3,32 per MMBTU menjadi US$ 6.9 per MMBTU. Kenaikan harga gas ini tentunya sangat berpengaruh terhadap Biaya Pokok Penyediaan (BPP) kami,” ujar Denny.

“Hal ini secara langsung juga akan berpengaruh terhadap keberlanjutan pasokan listrik di Batam apabila tidak ada penyesuaian harga gas khusus untuk PLN Batam, Mengingat biaya BPP sudah diatas harga jual,” tambahnya lagi.

Karena tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah atau bantuan dana dari APBN, Denny, berharap bantuan dari stake holder maupun pemerintah daerah setempat agar harga gas mendapat harga yang murah atau dapat diperjuangkan untuk bisa turun, demi keberlangsungan pasokan.

“Kami sadar tidak mungkin mengharapkan subsidi. Jadi kami harus berusaha agar kelistrikan di Batam tetap mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Batam yang terus tumbuh,” tutup Denny.

(*)